HUKUM PERIKATAN
PENGERTIAN DASAR HUKUM PERIKATAN
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua
orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi.
Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan
bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan.
Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu
pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.
Menurut Hofmann,
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum
sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan
dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang
berhak atas sikap yang demikian.
Menurut Pitlo, Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang
bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang
satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi.
Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa
perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi
yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan
hakim.
DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang timbul
dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan
manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
ASAS ASAS HUKUM PERJANJIAN
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1. Asas Kebebasan
Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
2. Asas
konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam
Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat
adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni
para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam
hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para
pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan
tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum.
WANSPRESTASI DAN AKIBAT-AKIBATNYA
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak
melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori,
yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat
bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti
Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam
Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian
jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
HAPUSNYA PERIKATAN
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara
sukarela;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan;
c. Pembaharuan utang;
d. Perjumpaan utang atau kompensasi;
e. Percampuran utang;
f. Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya suatu syarat batal;
j. Lewat waktu.
SUMBER :
http://lailly0490.blogspot.com/2010/04/hukum-perikatan_01.htm
sal�0K��`�jgta)
2. Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan
perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum
sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti
manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa
dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan
persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan
perantara pengurus-pengurusnya. Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan
pengesahan sebagai badan hukum dengan cara
Menurut sifatnya,
badan hukum dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan
publik atau orang banyak atau negara umumnya. Contohnya: Provinsi, kotapraja,
lembaga-lembaga dan bank-bank negara.
2. Badan Hukum Privat
(Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut
kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Contohnya: Perhimpunan,
Perseroan Terbatas, Firma, Koperasi, Yayasan.
2.
OBYEK HUKUM
Pengertian Obyek
Hukum
Objek hukum ialah benda. Obyek hukum menurut pasal 499 KUH
Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek
hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi
para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa
benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Benda yang bersifat kebendaan (Benda Bergerak).
Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
2.
Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi,
meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya :
hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan
terbatas.
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Benda Tidak bergerak)
Benda tidak bergerak dibedakan atas tiga yaitu :
Benda bergerak karena sifatnya. Misalnya : tanah, tumbuh –
tumbuhan, arca, patung.
Benda tidak bergerak karena tujuannya. Misalnya : mesin alat
– alat yang dipakai dalam pabrik.
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang.
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat
penting karena berhubungan dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit),
penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
3. HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI
PELUNASAN HUTANG (HAK JAMINAN)
Pengertian Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan
Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak
jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika
debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak
jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian
pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).Perjanjian hutang
piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam
pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan
bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas
yang sama.
Macam-Macam Pelunasan
Hutang
Dalam pelunasan hutang terdiri dari pelunasan bagi jaminan
yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal
1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata
dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada
baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan
hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta
kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang
memberikan hutang kepadanya. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan
jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
1.
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang).
2.
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya
kepada pihak lain
2.
Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus
pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan
fidusia.
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak
jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika
debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur
secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam
harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
SUMBER :
http://riyanikusuma.wordpress.com/2012/03/25/subyek-dan-obyek-hukum/
http://lirin021206.wordpress.com/2011/03/06/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar